Apa Itu Apokaliptik, Disebut Penyebab Kematian Keluarga di Kalideres?

Kasus tewasnya empat anggota keluarga di Kaledris, Jakarta masih menimbulkan pertanyaan terkait motif dan penyebabnya. Sebelumnya, dilaporkan satu keluarga ditemukan tewas di sebuah rumah di Perumahan Citra Garden 1 Extension, Kalideres, Jakarta Barat pada Kamis (11/10/2022). Keluarga itu beranggotakan empat orang, Rudianto Gunawan (71) sebagai suami, Rene Margaretan Gunawan (68) sebagai istri, Diane Vibiana (42) sebagai anak, dan Budianto Gunawan (68) adik dari Rudianto. Setelah dievakuasi dan dilakukan otopsi singkat, polisi menduga korban meninggal karena kelaparan karena tidak ditemukan makanan di perut keempat anggota keluarga tersebut. Namun, dia kemudian mengetahui bahwa keluarga itu adalah keluarga kaya, jadi aneh bunuh diri karena tidak mampu membeli makanan.

Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Adrianos Miliala menduga empat anggota keluarga yang meninggal di Kaledris, Jakarta memiliki kepercayaan atau kepercayaan apokaliptik tentang akhir dunia. “Mereka berempat bisa jadi pengikut kiamat atau akhir dunia dan mengambil nyawa secara ekstrim,” kata Adrianos, seperti dilansir Tribun Jakarta, Sabtu (11/12/2022). Adrianus mengatakan bahwa sangat tidak mungkin ada keluarga yang mati kelaparan dan tidak punya uang untuk makan. Alasannya, mereka tinggal di perumahan kelas menengah dan memiliki aset untuk dijual. Karenanya, Adrianus Meliala menilai ada unsur kesengajaan dalam kejadian ini. “Saya membayangkan bunuh diri dengan kelaparan, tapi saya tidak yakin orang mampu melakukan pekerjaan seperti itu karena pasti lama dan menyakitkan,” katanya. Sebaliknya, kelaparan dicurigai. Artinya, ada pihak yang membuat mereka lapar dengan tidak memberikan akses pangan.

Apakah visi itu?

Dikutip dari KompasTV, Apocalyptic berasal dari kata Yunani “apokalyptien” yang berarti mengungkapkan sesuatu yang jauh. Kata tersebut diasimilasi ke dalam bahasa Inggris menjadi the end of the world atau ujung dunia bahasa Indonesia. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), akhir dunia memiliki dua arti. Wahyu pertama. penyingkapan. Yang kedua adalah kehancuran dunia di akhir zaman. Singkatnya, akhir dunia merupakan tema yang menunjukkan gambaran kehancuran dunia di masa depan. Sedangkan menurut David Sim Russell dalam bukunya The Divine Revelation: An Introduction to the Jewish Book of Revelation, kata apocalypse sebenarnya merupakan ungkapan dari gereja Kristen abad kedua untuk jenis literatur yang digunakan dalam Wahyu kepada Yohanes di Perjanjian Baru. .

Arti dari akhir dunia

Kemudian, dalam perkembangannya ada istilah yang berasal dari akhir dunia dan ujung dunia, yaitu ujung dunia. Melansir Britannica.com, The Revelation adalah sebuah visi dan gerakan eskatologis yang berfokus pada pewahyuan mistis tentang campur tangan Tuhan yang tiba-tiba, dramatis, dan bencana dalam sejarah; Semua orang mengatur keselamatan umat pilihan. Dan Raja terakhir dari orang-orang pilihan bersama Tuhan di langit dan bumi yang diperbarui. Kiamat muncul dalam Zoroastrianisme, sebuah agama Iran yang didirikan oleh nabi Zoroaster abad ke-6 SM, dan Kitab Wahyu sepenuhnya dikembangkan dalam spekulasi Yahudi, Kristen, Islam, dan eskatologis.

Penglihatan

Gagasan tentang kehancuran dunia sebenarnya diajarkan oleh kepercayaan agama-agama Ibrahim (Yahudi, Kristen, dan Islam). Ketiga agama tersebut percaya bahwa akhir dunia akan datang dan mereka sudah memiliki tanda-tandanya masing-masing. Namun, ketiga agama Ibrahim percaya pada kepastian akhir dunia, dan tidak ada yang tahu kapan itu akan terjadi. Sementara sebagian besar pengikut apokaliptik percaya pada ramalan bahwa kehancuran dunia sudah diatur kapan akan terjadi. Sementara itu, Dosen Sosiologi dan Antropologi FKIP Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Noorhadi mengatakan akhir dunia merupakan kepercayaan yang berakar pada agama-agama Ibrahim. Mereka yang memegang kepercayaan ini disebut apokaliptik. “Visi adalah keyakinan bahwa kiamat sudah sangat dekat,” kata Noorhadi saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/11/2022). Menurutnya, keyakinan semacam ini sejalan dengan keyakinan bahwa kehidupan baru yang menghapus segala penderitaan akan segera tercapai. Dia melanjutkan, “Pengikut agama ini mengaitkan akhir dunia dengan peristiwa alam ekstrem atau krisis sosial parah yang terjadi.”

Tanda-tanda seseorang merangkul apokaliptik

Nurhadi menjelaskan, ada beberapa tanda atau gejala yang bisa dikenali dari mereka yang menganut paham apokaliptik. Misalnya, orang tersebut mulai mengasingkan diri dari interaksi sosial. Kemudian, apokaliptik juga membentuk lebih banyak ikatan mikro. “Mereka berbagi ide, kepercayaan, dan harapan, sehingga tidak jarang mereka melakukan hal yang tidak wajar bersama-sama,” ujar Nurhadi. Ia menambahkan, umumnya ada sosok yang dijadikan panutan yang semua perkataannya ikuti. “Misalnya, pada akhir 1970-an, Jim Jones, pemimpin Peoples Temple memimpin misi bunuh diri massal untuk para pengikutnya,” tambahnya.

Jika diketahui di lingkungan sekitar seseorang sedang menerapkan perilaku apokaliptik, kata Nurhadi, orang-orang terdekatnya perlu mengetahui ikatan mikro yang diikuti orang yang bersangkutan. “Orang-orang terdekat perlu mengenal dulu ikatan mikro baru yang diikuti oleh yang bersangkutan,” kata Nurhadi. Selain itu, orang-orang terdekat seperti tetangga, kerabat atau sahabat juga perlu mengetahui cita-cita utopis apa yang ingin mereka wujudkan. Nurhadi menjelaskan, korban ideologi apokaliptik perlu didekati dan diajak bicara. Sebab, kemungkinan besar orang-orang tersebut memendam rasa kecewa yang mendalam. “Situasi menjadi lebih kompleks karena seringkali kepercayaan mereka terhadap institusi keluarga berada pada titik rendah,” kata Nurhadi. Meski begitu, dia percaya bahwa pasti ada seseorang di luar sana yang dapat dipercaya untuk diajak bicara oleh para korban ideologi apokaliptik.

 Sikap proaktif warga

Di sisi lain, kata Nurhadi, jika terjadi peristiwa ekstrem akibat ulah korban kiamat, maka lingkungan harus proaktif. “Perlu ada sikap proaktif, misalnya dengan mengetuk pintu, langsung melapor ke ketua RT atau satpam setempat,” kata guru di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan itu. Itu karena, orang yang tinggal berdekatan biasanya mengenali kebiasaan sehari-hari tetangganya. Oleh karena itu, kata Nurhadi, model “Jogo Tonggo” yang diterapkan di Jawa Tengah pada masa pandemi Covid-19 ini bisa menjadi contoh yang baik untuk diterapkan pada kehidupan perkotaan.

referensi : https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/15/163000965/apa-itu-apokaliptik-disebut-penyebab-kematian-keluarga-di-kalideres-?page=all