Pemilu merupakan wadah taruhan dalam arena dunia perpolitikan yang tidak bisa dibantah saat ini, ajang berkompetisi demi menduduki kursi tertinggi dalam lingkar kekuasaan. Area partai politik bersaing satu sama lain, merebutkan posisi strategis di pemerintahan. Bila keluar sebagai pemenang pada pesta demokrasi lima tahun sekali.
Situasi Politik di Indonesia
Pasalnya, situasi politik acap kali menciptakan dua kubu, prokontra di lembaga yang dianggap netral. Namun seringkali malah terjadi sebaliknya, menjadi basis pendukung yang terselubung. Netral dipermukaan tapi belum tentu yang di dalam.
Relevansi dari kemenangan hasil pemilu terkadang menciptakan kecendrungan transaksional dalam sistem birokrasi di tanah air. Pos jabatan, jenjang karir tertentu di lembaga-lembaga resmi pemerintah, didasari keberpihakan berpolitik.
Suka tidak suka, faktanya telah berlaku. Seperti di daerah. Bagaimana besarnya pengaruh kewenangan dari kepala daerah bisa merotasi perangkat dan pejabat di daerah saat berkuasa.
Sangat mungkin yang terjadi di pusat tidak jauh berbeda dengan kondisi yang ada di daerah. Bayangkan bagaimana hebatnya pengaruh dari seorang Presiden? Menunjuk, merekomendasi, bahkan kewenangan untuk memberhentikan.
Realitas ini tak ayal erat mempengaruhi kenetralitasan, keberpihakan. Berujung pada gerakan dalam internal di lembaga formal pemerintah. Antara kecemasan dan srategi mencapai sebuah kesuksesan karir.
Maka dari itu, disamping jor-joran kampanye parpol, ormas atau suara simpatisan para pendukung. Tentunya, suara keberpihakan jelas terdengar dan terlihat dari mereka yang berada pada posisi ini, berkempanye dibalik pakaian resmi milik pemerintah.
Pencapresan
Konteks ini pada persoalan cerita seputar pencapresan. Merupakan keinginan dan harapan partai politik dan mimpi politik seseorang. Seandainya diberikan kesempatan dalam keikusertaan di pemilu.
Seperti Anis dan Ganjar, misalnya. Yang masih goyah pada situasi ketidakpastian melaju. Meski tingkat popularitas dan elektabilitas tinggi dibandingkan dengan yang lain.
Jagal dan mencekal dalam pusaran capres mencapres bisa saja terjadi. Ketika perahu yakni parpol merupakan ganjalan terbesar yang menjadi batu sandungan yang tak jelas, mengarah pada kata dukungan.
Dengan belum adanya titik akhir ‘final’ siapakah capres resmi yang jelas? Maka informasi politik jadi semakin menarik untuk kita ikuti. Mencermati alur dan menunggu plot twist yang penuh dengan dramatisasi.
Kesan alot, keraguan tampak terlihat dari beberapa partai-partai besar dalam mengumumkan siapakah bakal yang akan dijadikan kandidat, melanjutkan tongkat estafet pemerintahan berikutnya.
Nominasi dari kader sendiri, kader partai lain, hasil rembuk koalisi, atau dari kalangan indepedent yang tidak terikat dengan parpol manapun tuk diusung, maju sebagai perwakilan.
Riuhnya analisis yang pernah berkembang, menilai pemilu 2024 akan diramaikan lebih dari tiga atau empat paslon yang akan terwujud, belum juga bisa dipastikan.
Jika melihat gelagat dan ending politik belum mencapai klimaks dalam menemukan kata sepakat. Dan keberlangsungan koalisi masih terkesan rapuh, masih bisa berubah kapanpun menjelang pengumuman resmi dari KPU.
Disamping masih alotnya dalam takar menakar, catut mematut kelayakan dan reorientasi mengukur peluang. Masih ditimbang–timbang, sebelum di deklarasikan. Demi ego atau demi sebuah kemenangan.
Mengalah Hanya untuk Menang
Upaya penjajakan yang dilakukan parpol yang sukar diterka nanti kejadiannya, bisa menjadi kendala buat Anis dan Ganjar meraih tiket pencapresan. Batal menjadi capres 2024.
Apabila Nasdem, parpol pendukung Anis berdiri sendiri dalam pengusungan Anis. Karena koalisi terbentuk tidak menemukan jalan buntu meraih kata sepakat. Serta indikasi putar haluan, angkat kaki keluar koalisi bisa saja terjadi.
Ganjar dihadapkan pada keadaan ‘menggantung’ belum ada titik kejelasan dukungan dari PDIP, Puan atau Ganjar. Dan Golkar dan koalisinya, terkesan tarik ulur. Khususnya tergantung dari ketua umum Golkar
Maka dari hal ini, besar dipastikan tiket pencapresan Ganjar atau Anis bisa menuai suatu kegagalan, batal.
Kemana Suara Pendukung Anis dan Ganjar?
Sudut pandang awamologi penulis, kekecewaan dari para simpatisan. Tentunya akan mewarnai pemilu, jika hal kegagalan pencapresan terjadi pada Ganjar atau Anis.
Basis suara dukungan yang besar dimungkinkan menciptakan barisan sakit hati yang bergerak liar. Dan menjatuhkan sebuah pilihan. Golput atau mendukung calon tertentu yang didasarkan pada aspek penilaian tertentu.
Ketertarikan pemilih/pendukung berdasarkan nilai sosok ‘figur’ tersebut. Seperti;
Karakteristik. Dari rekam jejak serta kemiripan dari sosok yang Ia idolakan selama ini. Program kerja. Kejelasan program kerja dan adanya kesamaan program yang pernah dicanangkan Ganjar atau Anis.
Parpol pendukung atau barisan pendukung, asal dari para pendukung. Berlatar Merah, Hijau, Kuning atau Biru. Menunggu intruksi tokoh yang dikagumi, dan yang bersangkutan mengarahkan.
Dan kemungkinan lain, letupan kebencian kepada elit politik atau parpol tertentu, mempengaruhi arah dukungan. Beralihkan kepada lawan, calon lain.
Sing penting jangan golput, karena ada yang dirugikan dan terkadang diuntungkan. Selagi berlakunya sistem ‘vote’ suara terbanyak. Karena golput.
Referensi : https://www.kompasiana.com/mukminalfaruq/636cdbd4c1af9a7ace2e1e22/kemana-kah-suara-simpatisan-anis-dan-ganjar-jika-gagal-pencapresan?page=4&page_images=1